skip to main |
skip to sidebar
Apabila
saudaramu jatuh miskin, sehingga tidak sanggup bertahan di antaramu,
maka engkau harus menyokong dia....supaya ia dapat hidup di antaramu
[Imamat 25:35]
Gokal ialah nama seorang petani miskin di India.
Begitu miskinnya, sampai-sampai ia dan keluarga tidak lagi mampu
mencukupi kebutuhan gizi minimal mereka sehari-hari. Akibatnya, tubuh
mereka makin lama makin melemah dan
malah tidak sanggup mengurusi ladang mereka lagi. Kehidupan mereka pun
tidak membaik, tetapi malah makin miskin. Gokal hanyalah satu dari
jutaan orang di dunia ini, yang terjebak dalam jerat kemiskinan. Mereka
sungguh-sungguh tidak mampu keluar dari situ, bahkan terjerat makin
dalam tanpa harapan untuk bisa keluar dari sana.
Tuhan tahu
beratnya jerat kemiskinan. Itu sebabnya Dia memberikan peraturan khusus
mengenai ini kepada bangsa Israel. Bagian Alkitab yang kita baca hari
ini adalah penggalan peraturan tersebut: Tuhan memerintahkan bangsa
Israel merawat orang-orang miskin yang ada di antara mereka. Tidak hanya
itu, Tuhan juga mengadakan tahun Yobel bagi Israel, untuk membuka
peluang agar orang-orang miskin yang bekerja sebagai upahan, kelak dapat
bebas dari jerat kemiskinan.
Saat ini kita juga mengemban
perintah untuk menolong orang-orang miskin di sekitar kita agar mereka
keluar dari jerat kemiskinan. Kita dapat meneruskan pertolongan jangka
pendek, yaitu mencukupkan kebutuhan sehari-hari mereka. Namun, kita juga
perlu menyediakan pertolongan jangka panjang, yaitu menyelenggarakan
pendidikan, pelatihan kerja, pendamping usaha, dan sebagainya. Kita
dapat melakukannya sendiri atau menyalurkan melalui lembaga-lembaga yang
dapat dipercaya. Lakukanlah dengan kasih kepada Allah, yang senang
melihat kita peduli.
BERBAGILAH DENGAN YANG KURANG AGAR KESAKSIAN ANAK TUHAN MAKIN BERKUMANDANG - RENUNGKAN!
....ketika melihat bahwa ia telah sembuh, kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring....[Lukas 17:15]
Kapankah kebanyakan orang mencari Tuhan dan berteriak minta tolong
kepada-Nya? Bukankah saat orang sudah merasa tak berdaya; saat semua
usaha sudah dilakukan dan tak berhasil; atau saat sakit keras dan dokter
sudah angkat tangan, baru ia berpaling mencari Tuhan?
Ketika pertolongan Tuhan datang, barulah orang itu bersyukur dan
menganggapnya mujizat dari Tuhan. Di luar itu, orang kerap kali
beranggapan bahwa semua yang terjadi dalam hidup ini-apalagi hal-hal
yang baik dan menyenangkan-adalah hal biasa sehingga lupa menaikkan
syukur kepada Tuhan.
Hal ini kerap terjadi karena orang
menganggap semua hal baik yang dialaminya adalah hasil kerja kerasnya.
Orang menjadi lupa bahwa di balik semuanya itu, Allah turut bekerja,
menolong, dan memampukan agar ia berhasil. Tuhan yang memberi manusia
akal budi, kekuatan, kesehatan, kesempatan, dan kemampuan untuk
mengerjakan semua itu. Tangan-Nya yang tak tampak itu terus
berkarya-dalam segala peristiwa "biasa", tak biasa, atau bahkan tak
terencana-dalam kehidupan anak-anak Tuhan.
Yesus menyembuhkan
kesepuluh penyandang kusta yang memanggil-Nya. Akan tetapi, hanya si
Samaria yang tahu berterima kasih dan kembali bersungkur dalam syukur di
hadapan Yesus. Ia tahu jamahan tangan kasih Tuhan tidak hanya
menyembuhkan sakit fisiknya, tetapi juga mengubah hati dan menyelamatkan
hidupnya. Mari teladani cara pandangnya ini. Ketika Tuhan menjamah hati
dan mengubah hidup kita menjadi baru, seharusnya itu membuat kita
melihat karya Allah dalam setiap aspek kehidupan kita. Syukurilah
selalu!
TUHAN ITU MEMBERI HIDUP DAN MENOLONG KITA UNTUK HIDUP BIARLAH SYUKUR KITA SELALU ADA DI SEGALA WAKTU.
....ada
empat orang kulihat berjalan-jalan dengan bebas di tengah-tengah api
itu; mereka tidak terluka, dan yang empat itu rupanya seperti anak dewa!
[Daniel 3:25]
Setiap orang pasti punya masalah kehidupan.
Punya anak yang terlibat narkoba; kesulitan uang kuliah; penghasilan
yang pas-pasan; pernikahan yang tidak rukun; kecelakaan atau penyakit
yang tidak terduga. Daftar ini mewakili
persoalan sehari-hari yang dialami orang kristiani. Dalam seperti ini,
bisa muncul keinginan untuk mencari solusi cepat. Kalau bisa Tuhan turun
dari surga dan melakukan mujizat. Supaya serta merta semua masalah
sirna. Beban berat selesai dalam sekejap.
Akan tetapi, Tuhan
tidak bekerja seperti itu. Dalam kisah Sadrakh, Mesakh, dan Abednego,
Tuhan tidak mencegah terjadi peristiwa pembakaran itu, memadamkan api
yang menyala-nyala, atau membinasakan Nebukadnezar sebelum pembakaran.
Namun, Tuhan mengizinkan api menyala-nyala dan mereka dilemparkan ke
dalamnya. Justru di situlah Tuhan menunjukkan kehebatan-Nya. Mereka
tidak di selamatkan dari api, tetapi justru dalam api yang membara itu.
Karena di situ Tuhan nyata menyertai dan meluputkan mereka dari
kematian. Dan, inilah kesaksian yang membukakan mata Nebukadnezar ayat
28.
Kerap kali demikianlah Tuhan menolong kita dalam hidup ini.
"Api yang membakar" bisa berupa berbagai persoalan yang mengancam
keselamatan atau kebahagiaan kita. Tuhan menolong kita bukan dengan
mengangkat atau menghapus masalah itu. Kita tidak dilepaskan dari
masalah, tetapi ditolong dalam masalah itu. Sebab, Tuhan dapat
menyatakan kebesaran-Nya di situ. Agar melalui masalah kita, orang bisa
melihat kemuliaan Tuhan dan mengenal Tuhan yang hidup.
APABILA "API" KESULITAN TETAP MEMBARA MENANTI KITA TETAPLAH PERCAYA TUHAN BISA MENOLONG DI DALAM "API" ITU.
Akulah Tuhan, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan [Keluaran 20:2]
Perikop kali ini adalah tentang Sepuluh Perintah Allah yang menjadi
kunci hukum Taurat. Ada banyak peringatan [delapan perintah diawali kata
"Jangan"], satu pengingat [hukum tentang hari Sabat], dan satu lagi
perintah [untuk menghormati ayah ibu]. Dalam perkembangannya,
kelompok Farisi membuatnya amat detail hingga mencapai 631 hukum.
Sebaliknya, Yesus meringkaskannya menjadi padat dalam dua perintah saja:
mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama.
Tentu para penerima
hukum tersebut [orang Israel dulu dan kita pada masa sekarang]
diharapkan untuk memperhatikan dan melakukan perintah-perintah ini.
Hasil yang diharapkan adalah kehidupan moral yang terjaga, serta
kehidupan rohani yang murni dalam ketaatan kepada Allah. Ini tentu
sangat positif. Namun, kita perlu menjaga diri agar tidak terjatuh dalam
kecenderungan hati yang merasa telah hidup dengan baik sehingga merasa
layak mendapat "tanda jasa" dari-Nya.
Sejak awal, ketika hukum
Taurat diberikan, Musa telah memberi peringatan kepada umat supaya
waspada terhadap mentalitas batin yang merasa telah "berjasa" karena
mamatuhi perintah Tuhan. Sebaliknya, motivasi benar yang seharusnya kita
miliki adalah bahwa kita mematuhi perintah-Nya karena menanggapi karya
Allah: "Akulah Tuhan, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah
Mesir, dari tempat perbudakan" ayat 2. Karena itu, marilah kita membuka
hati agar dapat melihat bahwa Allah lebih dulu berkarya luar biasa bagi
diri kita. Serta, teruslah meyakini bahwa apa yang kita berikan kepada
Allah adalah wujud ungkapan syukur atas kasih-Nya yang tiada terukur.
BIARLAH SEGALA KETAATAN YANG KITA TUNJUKKAN MERUPAKAN TANGGAPAN ATAS KASIH TUHAN YANG MENGAGUMKAN.
Pujilah Tuhan! Sebab baiklah memuji Dia, dan menyenangkan untuk menyanyikan pujian bagi-Nya! [Mazmur 147:1 BIS]
Bernyanyi itu baik untuk kesehatan. Bernyanyi melatih jantung dan
paru-paru, serta melepaskan endorfin yang membuat kita merasa senang.
Bernyanyi juga meningkatkan kapasitas paru-paru, memperbaiki postur
tubuh, dan membersihkan saluran pernapasan dan sinus. Apabila Anda
bernyanyi dengan benar, hal itu dapat menjaga kesehatan perut dan
otot-otot punggung. Menurut sebuah penelitian, bernyanyi juga dapat
meningkatkan jumlah protein dalam sistem kekebalan tubuh.
Pemazmur tentu sepakat dengan hal ini. Bahkan lebih dari itu, bukan
hanya bermanfaat bagi kesehatan tubuh, ia menggarisbawahi bahwa
bernyanyi juga baik bagi kehidupan rohani kita. Dalam bahasa aslinya,
pemazmur menggambarkan bernyanyi sebagai baik, menyenangkan, dan indah.
Baik-karena merupakan salah satu bentuk pujian kepada Tuhan, suatu
ibadah. Tuhan sendirilah tujuan dan pusat seluruh pujian kita ayat 1,7.
Menyenangkan-karena mendatangkan sukacita; memuji dan mengangungkan
Tuhan akan mendatangkan kesenangan surgawi bagi orang kudus. Indah atau
layak-karena sudah selayaknya kita menghormati Sang Pencipta. Sebagai
umat yang diciptakan menurut rupa dan gambar-Nya, ketika kita
menghormati Tuhan, sesungguhnya kita juga sedang menghargai dan
mensyukuri kehidupan yang dikaruniakan-Nya.
Nyanyian pujian tak
ayal selalu hadir dalam ibadah bersama umat Tuhan. Namun, apakah kita
secara pribadi juga mengembangkan kebiasaan untuk menyanyikan pujian
bagi Dia? Bagaimana kalau mulai hari ini kita berkomitmen untuk
menyanyikan paling tidak satu lagu pujian setiap hari?
SUDAHKAH KITA MENAIKKAN BAGI TUHAN PUJIAN YANG LAYAK DIA TERIMA?
....Aku membawa Agag, raja orang Amalek, tetapi orang Amalek sendiri telah kutumpas [1 Samuel 15:20]
A
pa akibatnya jika kita tidak melakukan perintah Tuhan dengan segenap
hati? Tentu, apa yang kita lakukan menjadi tidak berkenan di
hadapan-Nya. Suatu ketika, Saul menerima perintah Tuhan untuk menyerang
Amalek dan membinasakan mereka tanpa terkecuali. Saul pun membunuh semua
orang Amalek . Hanya ia menyisakan satu orang, yaitu raja Agag ayat 8.
Pula, ia membiarkan rakyat "menyelamatkan" kambing domba serta lembu
yang tebaik-dengan alasan hendak dipersembahkan kepada Tuhan. Apa akibat
dari ketaatan Saul yang setengah-setengah ini? Tuhan menolak Saul
menjadi raja dan memberi jabatan itu kepada orang lain. Tidak adilkah
Tuhan? bukankah satu orang saja yang dibiarkan hidup? Apakah artinya
sebuah "dosa kecil" dibandingkan hal spektakuler yang sudah Saul
lakukan untuk membinasakan bangsa Amalek?
Justru di sinilah
masalahnya! Ketaatan yang setengah-setengah tak akan pernah berkenan di
hadapan Tuhan-sebab itu sama dengan ketidaktaatan. Jangan berpikir Tuhan
terpesona pada keperkasaan Saul yang telah membinasakan ribuan orang
Amalek. Tuhan tidak kenal istilah kompromi. Tuhan menginginkan ketaatan
yang total.
Apakah Tuhan berkenan dengan persembahan kita yang
sangat banyak, pelayanan kita yang spektakuler dan penuh mujizat,
sementara kita masih menyimpan dosa di hati? Keliru besar kalau kita
berpikir bahwa Tuhan akan mengangguk-angguk senang atas jerih lelah kita
dalam pelayanan. Taatlah secara total dan tinggalkan dosa sekarang
juga.
MENAATI TUHAN DENGAN SETENGAH HATI SAMA ARTINYA DENGAN TIDAK MENAATI - RENUNGKAN!
...mereka membuka atap di atas Yesus; sesudah terbuka mereka menurunkan tikar, tempat orang lumpuh itu terbaring [Markus 2:4]
Iman dan usaha untuk berbuat sesuatu adalah ibarat dua sisi dari
sekeping mata uang yang tak terpisahkan. Tanpa ada perbuatan yang
dilakukan, diragukan bahwa di situ ada iman Yakobus 2:14-18. Bukankah
perbuatan kita merupakan penampakan dari apa yang kita imani?
Sekumpulan orang yang beriman kepada Yesus menyaksikan bagaimana Yesus
mengajar dengan kuasa dan mujizat, serta menyembuhkan orang sakit Markus
1:21-28. Dari situ, hati mereka tergerak untuk menolong teman sekampung
mereka yang sejak kecil lumpuh dan tersisih hidupnya. Mereka beriman
Yesus mampu menyembuhkan maka mereka tidak diam saja. Meski banyak
rintangan: mungkin rumah si lumpuh jauh, mungkin tubuhnya berat.
Ditambah lagi, ketika sampai di tempat Yesus, ternyata rumah itu penuh
sesak dan orang-orang tak mau memberi jalan. Namun, sekali lagi iman itu
mereka wujudkan dengan usaha yang pantang menyerah. Mereka membuka atap
rumah, dengan resiko si empunya rumah marah. Iman yang besar kepada
Yesus memampukan mereka mengatasi segala hambatan. Ketika si lumpuh
diturunkan, Yesus melihat iman mereka yang mau berusaha itu dan memberi
kesembuhan. Iman itu menjadi kenyataan karena anugerah Allah di dalam
Kristus, bukan karena kemampuan mereka sendiri.
Apabila kita
sedang menghadapi sebuah tugas atau tantangan hidup yang butuh iman dan
perjuangan keras, ingatlah kisah ini. Teguhkan iman dengan memandang
kebesaran Allah yang sanggup menolong hingga menguatkan kita untuk
berjuang pantang mundur. Serahkan ketidakberdayaan kita ke alamat yang
tepat, yakni Yesus yang mampu membuat iman kita menjadi kenyataan.
IMAN MENGARAHKAN MATA KITA KEPADA YESUS YANG HEBAT AGAR DENGAN IMAN ITU KITA MEMBERI USAHA TERBAIK KITA.
Aku memberikan kepadamu hati yang penuh hikmat dan pengertian...juga
apa yang tidak kauminta Aku berikan kepadamu, baik kekayaan maupun
kemuliaan...[1 raja-raja 3:12-13]
Seekor kucing keasyikan
mengejar ekornya sendiri. Berputar-putar, dan berputar-putar lagi,
berharap segera mendapati ekornya tertangkap. Ia pikir, ketika ia sudah
mendapatkan ekornya, ia akan bahagia. Ia tidak akan
khawatir kehilangan ekor, karean ia telah memegang ekornya. Padahal itu
salah sama sekali! Berputar sampai pingsan pun ia takkan dapat
menangkap ekornya. Ia hanya akan kelelahan. Dan sesungguhnya, bukankah
tanpa dikejar pun, ekor itu selalu setia mengikutinya?
Sadar
atau tidak, kerap kali orang memakai waktu hidupnya untuk banyak
mengejar kesuksesan, kekayaan, pengakuan, dan sebagainya, agar hidupnya
bahagia. Segala upaya, waktu, dan energi, dicurahkannya untuk mengejar
hal-hal itu. Padahal, itu sebenarnya adalah target hidup yang salah!
Segala target yang tidak bernilai kekal, tidak layak kita kejar
sedemikian rupa. Kita malah kehilangan target yang utama, yang Tuhan
ingin agar kita raih dan miliki, supaya hidup kita berarti.
Mari simak lagi, bagaimana Tuhan berkenan pada permintaan Salomo. Yakni,
ketika Salomo meminta hikmat sebagai hal terpenting yang ia rindukan,
bukan yang lain-lain. Dan, ketika target utama itu telah ia sasar, Tuhan
ternyata menambah hal-hal lain yang Salomo perlukan, meski Salomo tidak
memintanya. Tanpa perlu dikejar, Tuhan memberikanya kekayaan,
kemuliaan, umur panjang. Itu semua bonus! Sebab itu, kita diajar untuk
tidak mengejar bonus, tetapi target utama: hikmat. Yakni, hati yang
berpadanan dengan hati Tuhan. Mata yang melihat seperti mata Tuhan.
Hidup yang berjalan sebagaimana Tuhan berjalan. Mari kenali pribadi
Tuhan lebih intim. Dan, milikilah hikmat dari-Nya.
HIDUP KITA DI DUNIA INI TERBATAS ADANYA, MAKA TENTUKAN TARGET YANG BENAR DAN KEKAL NILAINYA.
Mengapa engkau mengganggu aku dengan memanggil aku muncul? [1 Samuel 28:15]
Rest In Peace [Beristirahat dalam damai] seoleh-olah tak berlaku di
Haiti. Gempa berkekuatan 7 SR memporak-porandakan negeri itu. Namun di
Leogane, kota yang terdekat dengan episentrum gempa, kompleks pemakaman
umum masih berantakan dan tak terurus. Batu-batu nisan bergeser dan
rusak, liang lahat dan peti jenazah
menganga, tulang-tulang dan kain pembungkus mayat berserakan. "Saya
tidak bahagia, yang sudah meninggal pun tak bahagia," tutur Pierre,
warga setempat yang sedang memperbaiki makam ayahnya.
Namun,
yang mengusik orang mati tidak hanya gempa, tetapi juga manusia yang
masih hidup. Waktu itu Saul kebingungan karena terjepit dalam perang
melawan Filistin. Ia sadar Allah sudah undur darinya dan tak mau
menjawabnya lagi. Bukan Allah meninggalkan Saul, tetapi Saul yang
meninggalkan Allah dan mengikuti maunya sendiri [ayat 18]. Fatalnya,
Saul mendatangi para pemanggil arwah dan roh peramal [ayat 3], yang
menajiskan dan dibenci Tuhan [Ulangan 18:10-12]. Saul meminta mereka
memanggil roh Samuel yang sudah mati, sebab ia hendak meminta petunjuk
[ayat 8-15]. Benarkah roh Samuel yang muncul? Entahlah, sebab iblis pun
mampu menyamar sebagai malaikat [2 Korintus 11:14]. Yang jelas, Saul
terkutuk karena ini.
Ada sebagian orang yang mengaku diri anak
Tuhan, rajin ke gereja, tetapi masih percaya ramalan, hari baik, atau
minta petunjuk "orang pintar" ketika hendak punya acara. Lebih konyol
lagi, ada yang meminta rezeki di kuburan nenek moyang. Jika tak segera
bertobat, mereka bisa seperti Saul; semula dipilih Allah menjadi raja
Israel, tetapi kemudian ditolak Tuhan dan binasa.
SEHEBAT APA PUN MANUSIA, SUATU HARI IA AKAN MATI
MAKA ANDALKAN SAJA TUHAN, YANG TAK PERNAH MATI.
Berkatalah Israel kepada Yusuf: "Sekarang bolehkah aku mati, setelah
aku melihat mukamu dan mengetahui bahwa engkau masih hidup" [Kejadian
46:30]
Harold Kushner, seorang rabi dan penulis termasyhur,
pernah mengemukakan bahwa pada usia di atas lima puluh, biasanya manusia
mempunyai satu kerinduan khusus, yakni kerinduan akan makna. Ia pun
menanyai dirinya sendiri, "Apa artinya dari
semua yang kumiliki, apa arti hidupku?" Ia ingin mendapatkan arti
hidup. Demikian pula kurang lebih perasaan Yakub dalam kisah yang kita
baca hari ini.
Yakub telah begitu lama terpisah dengan Yusuf,
anak kesayangannya. Bayangkan 22 tahun! Dan, selama itu pula ia
seolah-olah kehilangan makna hidup. Saat berjumpa lagi, pertemuan mereka
begitu mengharukan! Yusuf memeluk leher ayahnya dan lama menangis di
bahunya. Pertemuan itu menghadirkan keharuan memuncak, juga kelegaan
yang mendalam bagi Yakub. Katanya, "Sekarang, bolehkah aku mati setelah
aku melihat mukamu dan mengetahui bahwa engkau masih hidup...." .
Kembali melihat Yusuf adalah hal yang menyempurnakan dan "memberi gizi"
bagi jiwa Yakub pada masa tuanya.
Ada kalanya hidup seseorang
begitu "pahit" sehingga ia melihat segala sesuatu dengan muram dan
suram. Kehilangan, kerinduan akan sesuatu, harapan yang belum tercapai,
masa lalu yang pedih, bisa menjadi musababnya. Dalam relasi dengan
sesama, apakah kehadiran kita memberikan "nutrisi" atau "gizi" pada jiwa
orang lain, sehingga hidup mereka kembali bermakna? Kita bisa
memulainya, setidaknya dari lingkungan terkecil, yakni keluarga.
Hadirkanlah diri disitu, Berikan perhatian dan kasih yang nyata. Kita
dapat menjadi penguat bagi mereka, agar tegar menghadapi serta
mengelolah segala kepahitan hidup yang mungkin menghampiri.
JADILAH PRIBADI YANG SELALU SIAP MEMBERI MAKNA KHUSUSNYA AGAR ORANG LAIN MERASAKAN HIDUPNYA BERHARGA - RENUNGKAN BAIK-BAIK!
....di manakah Allah yang menghukum? [Maleakhi 2:17]
Cara seorang anak merespons kasih sayang orang tuanya biasa beragam.
Bisa dengan penghormatan dan kepatuhan, bisa juga sebaliknya. Seorang
anak dapat terus berbuat sesuka hati, melanggar semua aturan yang
diberikan, bahkan secara sadar mengulang-ulang hal tersebut. Anak itu
bertingkah "kebablasan" atau kelewatan. Ia berpikir" "Orangtuaku sangat sayang kepadaku. Mereka tidak akan marah pada apa pun yang kulakukan karena aku ini kesayangan mereka".
Kalimat pernyataan Tuhan yang pertama dalam kitab Maleakhi adalah: "Aku
mengasihi kamu" [1:2]. Namun, setelah itu terungkap keluhan atas
berbagai tingkah umat yang kebablasan. Kasih sayang Tuhan
disalahartikan, bahkan dijadikan pembenaran atas berbagai perbuatan yang
sesungguhnya mengecewakan hati Tuhan. Umat Israel tidak menyadari
betapa mereka menyusahkan hati Tuhan dengan semua perilaku itu.
Kita pun sebagai orang-orang yang dikasihi Tuhan, sering kebablasan.
Mengetahui bahwa Tuhan mengasihi kita, tidak membuat kita bersyukur dan
berusaha hidup benar meneladani kasih-Nya. Kita terus melakukan
kesalahan dan menganggapnya biasa karena berpikir hal itu tidak
mengurangi kasih Tuhan kepada kita. Bacaan hari ini mengingatkan bahwa
kita keliru menganggap Tuhan berkenan pada perbuatan yang tidak baik.
Kalaupun Dia tidak menjatuhkan hukuman, bukan berarti kejahatan kita
dibenarkan oleh-Nya. Seperti orangtua yang bisa menegur dan menghukum
anaknya agar tidak kebablasan, Tuhan pun dapat mengajar kita - walau
untuk itu Dia sangat bersusah hati. Karenanya, maukah kita tidak lagi
kebablasan dan menyalahartikan kasih sayang Tuhan?
KASIH TUHAN ITU MEMBEBASKAN TETAPI TIDAK MEMBABLASKAN.
Sesungguhnya
seorang anak laki-laki akan lahir bagimu....Ia akan bernama Solomo;
sejahtera dan santosa akan Kuberikan atas Israel pada zamanya [1
Tawarikh 22:9]
Karena tidak memenuhi syarat untuk membangun
Bait Suci, ia mewariskan kerinduan dan tugas mulia itu kepada anaknya,
Salomo. Meski tugas sudah diwariskan, Daud tidak tinggal diam. Ia ikut
mempersiapkan segala sesuatu yang
dibutuhkan untuk pembangunan. Meskipun Salomo yang mendapat pujian. Daud
tak peduli. Baginya, mendapat nama bukanlah tujuannya. Daud rela
menjadi orang yang bekerja di belakang layar.
Apakah Anda
senang "bekerja di belakang layar"? Mungkin hanya sedikit orang yang
tahu kiprah Anda. Mungkin pekerjaan Anda terlihat bernilai kecil. Namun
sangat mungkin, pekerjaan Anda yang di balik layar justru mempersiapkan
sebuah pekerjaan yang berdampak besar di kemudian hari. Meski tak
terlihat, sangat penting pekerjaan di balik layar melaksanakan bagiannya
dengan sungguh-sungguh. Walau tak menerima penghargaan langsung, tetapi
pekerjaan itu tidak akan terlaksana tanpa campur tangan pekerja di
balik layar. Sebab itu, mari lakukan sungguh-sungguh setiap kepercayaan
yang kita emban, dengan hati mengasihi Dia.
JIKA PEKERJAAN DI BALIK LAYAR MELAKUKAN PERAN TERBAIKNYA MAKA SEBUAH KARYA AKAN MENCAPAI PRESTASINYA.
Atau kausangka bahwa Aku tidak dapat berseru kepada Bapa-Ku, supaya Ia
segera mengirim lebih dari dua belas pasukan malaikat membantu Aku?
[Matius 26:53]
Jika kita mengonsumsi makanan berlemak setiap
hari dalam porsi besar, apa yang akan terjadi lima tahun mendatang?
Timbun lemak dan kolestorol. Jika kita mengisap dan menghabiskan dua
bungkus rokok setiap hari, apa yang akan terjadi
dengan tubuh kita di tahun-tahun mendatang? Paru-paru kita akan rusak.
Demikianlah, setiap hari kita membuat keputusan penting. Sebagian dari
kita mungkin akan memilih kesenangan bagi diri sendiri saat ini, walau
di masa depan ada akibat yang tidak menyenangkan. Sebaliknya, ada juga
keputusan yang kini terasa tidak nyaman, tetapi hasilnya baik di masa
mendatang.
Malam itu, setelah perjamuan terakhir dengan para
murid, merupakan waktu yang berat bagi Yesus. Sebenarnya Dia bisa
membiarkan murid-murid melakukan perlawanan guna mencegah
penangkapan-Nya. Dia juga bisa memerintah pasukan malaikat untuk
melindungi dan melepaskan-Nya dari perjalanan menuju salib yang
mengerikan. Akan tetapi, Dia memilih untuk taat kepada perintah Bapa-Nya
- melangkah menuju salib. Sebab, Dia sangat tahu keputusan-Nya ini akan
berdampak bagi kehidupan manusia di masa mendatang.
Mungkin
hari ini Tuhan membawa kita memasuki masa-masa yang paling sulit di
hidup kita. Dan, kita mesti mengambil keputusan penting.
Pertimbangkanlah dengan seksama. Keputusan yang membuat kita nyaman
belum tentu berakhir indah dan memuliakan Allah. Pertimbangkanlah
masak-masak, termasuk dampaknya di masa depan - bagi kita maupun
orang-orang di sekeliling kita. Dan, apakah Allah dimuliakan melalui
keputusan tersebut.
KEPUTUSAN KITA HARI INI BISA MENENTUKAN HIDUP KITA DI HARI ESOK.
Selidikilah aku, ya Allah, kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku [Mazmur 139:23]
Kita tidak dapat menilai karya kita sendiri secara objektif. Itu
sebabnya, selalu dibutuhkan pihak yang independen dan terpercaya untuk
menguji dan menilai.
Demikian
pula dengan hati kita. Sesungguhnya kita tak dapat menilai hati kita
sendiri. Kita mungkin berpendapat bahwa apa yang kita lakukan sudah
memiliki motivasi yang benar. Akan tetapi, belum tentu itu terbukti
benar di hadapan Tuhan. Pemazmur juga merasa bahwa apa yang dilakukannya
sudah benar, walau demikian ia tetap meminta Tuhan menyelidiki hati dan
pikirannya. Semua ini didasari dengan kesadaran bahwa Tuhan itu
Mahatahu - Dia benar-benar mengetahui segala isi hati dan pikirannya.
Dan, karena Tuhan adalah kebenaran maka semua penilaian Tuhan pasti
benar. Lebih jauh, pemazmur juga menunjukkan hati yang mau diajar dan
dituntun ke jalan yang benar.
Mungkin kita sudah merasa bahwa
semua yang kita kerjakan telah kita lakukan dengan cara dan motivasi
yang benar, bagi kemuliaan Tuhan. Namun, kerap kali kita tidak menyadari
bila motivasi kita perlahan mulai berubah. Maka, kita perlu selalu
terbuka dihadapan Tuhan. Mintalah Tuhan melihat hati kita yang terdalam.
Dan, apa pun yang Tuhan singkapkan, biarlah kita memiliki hati yang mau
ditegur dan mau dituntun ke jalan yang benar.
AGAR DAPAT HIDUP BERKENAN DI HADAPAN TUHAN KITA HARUS SELALU TERBUKA UNTUK DIUJI DAN DITUNTUN TUHAN.
Rubah
mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak
mempunyai tempat untuk meletakan kepala-Nya [Matius 8:20]
Tampilnya Yesus dengan pengajaran yang berkharisma, dengan kuasa ilahi
untuk menyembuhkan, serta kepribadian-Nya yang hangat, memesona begitu
banyak orang. Lalu sesuatu yang tak lazim terjadi. Seorang ahli Taurat -
kaum yang "biasanya" memusuhi dan
mencari kesalahan Yesus - dengan penuh kekaguman menyapa Yesus sebagai
"rabi" [guru besar]. Bahkan, ia menyatakan kerinduan untuk ikut Yesus ke
mana pun. Saat menanggapinya, Yesus seolah-olah berkata: "Sebelum
mengikuti Aku, sadarilah keputusanmu, sebab ada harga yang harus
kaubayar."
Yesus tak ingin menggalang pengikut yang hanya
terseret emosi sesaat. Semangatnya mudah berkobar, tetapi sebentar
kemudian surut dan lenyap. Yesus mengingatkan bahwa mengikuti Dia
berarti menyangkal diri dan memikul salib, lebih mengutamakan Dia diatas
kepentingan sendiri dan keluarga, dan membagikan harta bagi orang
miskin. Sanggupkah Anda memikul konsekuensi dari keputusan mengikut Dia?
Jangan ambil keputusan karena emosi atau ambisi. Ambilah keputusan
karena Anda menyadari bahwa Dia yang memanggil maka Dia akan memampukan
Anda untuk setia mengiring dan malayani-Nya.
IKUTLAH YESUS BUKAN UNTUK MENCARI BERKAT TETAPI UNTUK MENJADI BERKAT.
Sebab, jika pelayanan yang memimpi kepada penghukuman itu mulia, betapa
lebih mulianya lagi pelayanan yang memimpin kepada pembenaran [2
Korintus 3:9]
Yahudi itu bangga memiliki Hukum Taurat yang
tertulis dalam Perjanjian Lama. Mereka juga bangga pada tokoh-tokohnya;
seperti Musa, Abraham. Peristiwa Musa turun dari Gunung Sinai, telah
menerima dua loh batu bertuliskan
sepuluh Hukum Taurat, sangat berkesan dan tidak akan mereka lupakan.
Setelah menemui Tuhan, wajah Musa memancarkan kemuliaan-Nya. Bahkan,
sampai ia turun dari Sinai, wajahnya tampak bersinar cemerlang.
Akibatnya, orang Israel tak tahan melihatnya. Namun lambat laun, cahaya
itu memuda.
Kisah ini dipakai Paulus untuk membandingkan
kemuliaan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Paulus mengatakan bahwa
Perjanjian Lama akan berakhir dengan penghukuman. Karena, Hukum Taurat
berisi standar kebenaran yang tidak dapat dipenuhi oleh siapa pun maka
pasti semua orang tidak akan luput dari dosa. Akan tetapi, Perjanjian
Baru adalah pembenaran Allah bagi orang yang berdosa. Karena tuntutan
Hukum Taurat itu telah dipenuhi secara sempurna oleh Tuhan Yesus. Betapa
besar perbedaan antara penghukuman dan pembenaran!
Sampai
sekarang, banyak orang masih berpikir bahwa keselamatan dapat diperoleh
dengan melakukan perbuatan baik. Alkitab mengatakan dengan jelas bahwa
keselamatan adalah kasih karunia Allah semata. Segala upaya manusia
hanya akan menemui jalan buntu; hanya akan berakhir pada kegagalan dan
hukuman Allah. Itulah sebabnya, kita yang sudah menerima anugerah
penebusan Allah. Perlu memiliki hati yang terbeban untuk mendoakan dan
memberitakan jalan keselamatan yang merupakan anugerah Allah ini kepada
orang lain.
KESELAMATAN MANUSIA SEMATA KARENA ANUGERAH ALLAH SEBARKAN AGAR SETIAP MANUSIA SEGERA MENGETAHUI HAL INI.
Segera sesudah Ahab melihat Elia, ia berkata kepadanya: "Engkaukah itu, yang mencelakakan Israel?" [1 Raja-raja 18:17]
Mengapa orang takut berkata benar? Bisa jadi karena mengatakan
kebenaran itu berisiko. Seperti kisah anak SD yang dimusuhi karena
mengungkap kecurangan dalam ujian nasional. Ia dianggap mencelakan
sekolah dan teman-temannya. Ia dikucilkan. Kebenaran yang ia ungkap berdampak tak menyenangkan dan secara langsung merugikan dirinya.
Saat Ahab menyembah berhala dan orang Israel berpaling dari Tuhannya,
Elia menyampaikan firman Tuhan bahwa tidak akan ada embun maupun hujan
di negeri itu. Setelah hal itu berlangsung selama tiga tahun, Tuhan
meminta Elia kembali mememui Ahab. Sayang, raja Israel bukannya
menyesali ketidakbenaran yang ia perbuat dan memperbaiki segala sesuatu,
tetapi malah langsung menuduh Elia: "Engkaukah itu, yang mencelakakan
Israel?"
Ini juga bisa kita alami saat mengungkap kebenaran di
keluarga, pelayanan, atau tempat kerja. Apalagi jika kita hanya
sendirian, berhadapan dengan orang yang punya kekuasaan lebih, dan di
belakang mereka ada banyak pendukung. Maka, bisa dipahami jika hingga
kini berbagai penyimpangan, ketidakadilan, bahkan dosa, terus terjadi.
Sangat mungkin karena orang takut pada ketidaknyamanan yang bisa timbul
saat kebenaran diungkap.
Kita dipanggil untuk menjadi bagian
rencana Tuhan agar keluarga, pelayanan, pekerjaan, bahkan bangsa kita
[Indonesia], peroleh damai sejahtera. Ada kebenaran yang Tuhan ingin
kita ungkapkan. Bukan untuk mencelakakan orang-orang yang kita kasihi,
tetapi untuk mencegah mereka mencelakakan diri sendiri. Dengan
pertolongan Tuhan, beranilah karena benar!.
KADANG KEBENARAN SEPERTI OBAT YANG PERIH BAGI LUKA YANG MAU DISEMBUHKAN.
Sebab
jika kita telah menjadi satu dengan apa yang sama dengan kematian-Nya,
kita juga akan menjadi satu dengan apa yang sama dengan kebangkitan-Nya
[Roma 6:5]
Satu kali di sebuah gereja terdengar bahwa si A
mempersembahkan sejumlah besar uang persembahan. Orang-orang sampai
berdecak kagum dan berkata: "Gile benar...."Beberapa minggu kemudian,
terdengar lagi berita lain bahwa si A
tadi sedang diadili karena kasus korupsi, yang jumlah puluhan kali lipat
dari jumlah kolektenya yang "menggemparkan". Orang lantas berkomentar.
"Wah, kalau ini....gile benaran!"
Bagi orang beriman, selalu
ada godaan untuk hidup seperti katak yang bisa hidup di dua alam - hidup
di air dan di darat - yakni orang-orang yang bisa hidup di dalam
terang, sekaligus di dalam gelap. Pada hari minggu, sikapnya bisa amat
berbeda dengan sikap hidupnya pada hari senin sampai sabtu. Ia bisa
begitu alim dan suci saat berada di gereja, tetapi ketika kembali ke
rumah dan pekerjaan, ia menjadi serigala beringas bagi sesamanya. Tak
heran, persekutuan jemaat kemudian menjadi tempat berkumpulnya
orang-orang yang "bertopeng"! Tentu hal ini tidak bisa dipukul rata,
tetapi kecenderungan semacam ini bisa terjadi di mana-mana, di antara
orang kristisni.
Itu sebabnya kita sangat perlu mengingatkan
pesan Paulus, bahwa kita telah mati bagi dosa. Akan sungguh aneh jika
orang mengaku kristiani, tetapi masih bisa hidup bagi dosa yang berarti
malah "mematikan" Kristus yang hendak berkarya di hidupnya. Jika hal
demikian bisa terjadi, berarti hidupnya belum sungguh-sungguh baru.
Menjalani hidup baru memang tak mudah. Bukan lagi menghambakan diri pada
dosa, melainkan kepada Kristus. Yakni dengan setia menaati
perintah-perintah Kristus setiap hari, agar terjadi perubahan radikal
dalam pola pikir serta tindakannya.
HIDUP YANG SETIAP HARI DIJALANI BAGI KRISTUS AKAN MENDATANGKAN SUKACITA DAN BERKAT PENUH.
Aku
mau bersyukur kapada-Mu di antara bangsa-bangsa, ya Tuhan, aku mau
bermazmur bagi-Mu di antara suku-suku bangsa [Mazmur 57:10]
Tempat makan ikan bakar kesukaan saya adalah sebuah warung di pinggir
sebuah sungai, di daerah perumahan yang bersebelah dengan kompleks
perumahan tempat saya tinggal. Lokasi warung itu cukup sulit dicari.
Bahkan, walau sudah terlihat, warung itu tidak
tampak meyakinkan. Namum, warung itu hampir tidak pernah sepi
pengunjung. Bagaimana orang-orang itu, termasuk saya, bisa tahu mengenai
warung tersebut? Melalui cerita dari orang-orang yang merasa puas
dengan kelezatan ikan bakar yang dijualnya.
Adalah normal kalau
seseorang bercerita dan mengajak orang lain untuk ikut merasakan
pengalaman menyenangkan yang sudah dialami. Tak heran, setelah Daud
merasa kasih Allah yang menyelamatkannya dari musuh, ia begitu antusias
menceritakan kepada orang-orang. Daud merasa demikian bersukacita
sehingga ia terdorong untuk bersaksi tentang Allah kepada siapa pun.
Termasuk kepada bangsa-bangsa yang belum mengenal Dia.
Seperti
Daud, sebagai orang-orang sudah dikasihi Tuhan, bukankah seharusnya kita
juga selalu antusias bersaksi tentang Tuhan? Namun, mengapa banyak
orang kristiani belum melakukannya? Penghalang pertama, sangatlah
mungkin adalah kurang kesadaran kita akan karya Tuhan. Maka, kita perlu
kerap menyediakan waktu untuk mengingat segala berkat Tuhan di hidup
kita. Khususnya bagaimana di kayu salib Yesus mengingat dosa kita dan
menghapusnya di situ. Penghalang kedua, bisa jadi adalah rasa takut
berbagi. Untuk ini, mintalah keberanian dari Roh Kudus. Jika pengalaman
makan ikan bakar yang nikmat bisa dibagi dengan antusias, mengapa
pengalaman dikasihi Allah tidak bisa kita ceritakan?
BIASAKAN DIRI UNTUK MENERUSKAN HAL-HAL BAIK KHUSUSNYA SETIAP KARYA TUHAN YANG TERUS TERJADI DI HIDUP KITA.
Pergilah dan katakanlah kepada Yohanes apa yang kamu dengar dan kamu lihat....[Matius 11:4]
Ketika pekerjaan, pelayanan, dan kehidupan berjalan dengan baik, kita
mudah mengatakan bahwa Tuhan menyertai kita. Namun, apa perasaan kita
jika musibah tiba-tiba datang sehingga hidup menjadi sulit, tertekan,
terancam? Apalagi kita merasa harus menanggung semua itu sendiri.
Bagaimana jika iman kita yang tadinya kita anggap teguh, tiba-tiba goyah?
Yohanes Pembaptis adalah orang yang memecah kebisuan setelah lebih dari
3 abad tidak ada nabi Allah yang berbicara. Ia tampil sebagai nabi yang
kuat, yang berani menegur dosa banyak orang, termasuk Herodes - raja
yang sedang berkuasa - sehingga ia masuk penjara. Dialah yang
memperkenalkan Yesus sebagai Mesias dan meyakini dirinya hanya pembuka
jalan [bandingkan dengan Yohanes 1:19-37]. Namun, ketika ia menderita
dipenjara, dan merasa harus menanggungnya sendiri, keyakinan Yohanes
goyah. Iapun mengutus muridnya untuk bertanya kepada Yesus: "Engkaukah
yang akan datang itu, atau haruskah kamu menanti yang lain?" Bagaimana
reaksi Yesus? Dia menyuruh murid itu kembali dan menceritakan apa yang
mereka dengar dan saksi tentang segala yang diperbuat Yesus: orang buta
melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta ditahirkan, orang tuli
mendengar, orang mati bangkit, dan orang miskin mendengar kabar baik.
Yesus ingin Yohanes mengingat nubuat Yesaya, yang sedang digenapi dalam
hidup dan pelayanan Yesus [Yesaya 29:18, 35:5-6]. Maka, kebenaran firman
itulah yang meneguhkan lagi iman Yohanes.
Jika iman kita
goyah, izinkanlah Roh Kudus berbicara melalui firman yang kita renungkan
setiap hari. Firman yang hidup itu berkuasa meneguhkan kembali langkah
kita dalam mengikuti Dia.
APABILA KESUKARAN MENGGOYAHKAN KITA KEYAKINAN CARILAH SANDARAN PADA FIRMAN TUHAN YANG MENEGUHKAN.
Tetapi carilah kerajaan-Nya, maka semuanya itu akan ditambahkan juga kepadamu [Lukas 12:31]
Ketamakan dapat melanda siapa saja. Bukan orang yang berkuasa, orang
miskin dan tidak memiliki kuasa juga bisa salah menyingkapi harta di
hidupnya. Ketamakan orang yang berkuasa menimbulkan tindak korupsi,
ketamakan orang miskin menghalalkan pencurian. Semua di dasari oleh
sikap mengandalkan harta, lebih dari mengandalkan Tuhan.
Berlawanan dengan sikap hidup demikian, Tuhan Yesus mengajar orang
beriman supaya mempercayai pemeliharaan Allah hidupnya. Tantangan-Nya
agar orang menjual segala milik dan memberi sedekah adalah jawaban
radikal supaya orang bisa terlepas dari belenggu harta yang
menghalanginya untuk menemukan kerajaan Allah. Ketamakan manusia yang
menimbulkan harta, akan menyebabkan ketidakseimbangaan, ketidakadilan,
dan kecemburuan sosial. Pesan ini tidak hanya berbicara pada zaman itu
karena adanya ketimpangan sosial antara orang miskin yang tertindas oleh
penjajah, dan kalangan orang kaya yang berkolusi dengan penguasa.
Namun, juga berbicara untuk saat ini dan negeri ini [Indonesia], di mana
banyak terjadi kolusi antara para pemegang kuasa dan uang, untuk
memperkaya diri.
Hidup yang mengandalkan Tuhan membuahkan sikap
hidup mau berbagi. Sebaliknya, hidup yang mengandalkan harta membuat
orang tamak dan mementingkan diri sendiri. Tuhan tahu kita memerlukan
harta untuk hidup, tetapi harta itu sama sekali tak boleh menjadi
andalan. Tuhan Yesus menghendaki agar kita mencari kerajaan Allah lebih
dahulu, baru yang lain akan ditambahkan. Tuhan kita tidak pernah ingkar
janji. Maka, ketika kita mengandalkan pemeliharaan Tuhan, kita tidak
akan kecewa.
KETAMAKAN ADALAH USAHA MEMPEROLEH BAGIAN HIDUP YANG MERUSAK HIDUP ITU SENDIRI.
Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! [Mazmur 52:3]
Seorang narapidana memperoleh remisi, antara lain karena ia dianggap
berkelakuan baik selama berada di dalam penjara. Kebaikan membuahkan
pengurangan hukum. Anugerah Allah bekerja sebaliknya. Dia mencurahkan
anugerah justru karena kita durhaka dan tidak mampu memperbaiki diri dengan kekuatan sendiri.
Daud sangat menyadari hal itu. Ketika berzinah dengan Batsyeba, ia
sedang berada di puncak kejayaan sebagai raja Israel. Bangsanya
mengenalnya sejak ia menjadi pahlawan kecil yang secara mengejutkan
menumbangkan raksasa Goliat. Selanjutnya ia memimpin pasukan Israel ke
dalam berbagai kemenangan sehingga ia dielu-elukan oleh rakyat. Ketika
akhirnya menjadi raja, ia juga mencatat pretasi mengesankan:
mengembalikan Tabut Allah yang dirampas bangsa Filistin ke Yerusalem,
meraih sekian banyak kemenangan militer, dan menunjukkan kebaikkan yang
tulus kepada Mefiboset.
Namun, saat bertobat dari dosanya, ia
tidak mengutip satupun pencapaian itu sebagai senjata untuk "merayu"
Allah agar mengurangi hukumnya. Sama sekali tidak. Menarik dicatat pula,
ia hanya berseru, "ya Allah" bukan "ya Allahku". Ia menyadari betapa
parah dosa merusak hubungannya dengan Allah. Maka, ia hanya meminta
belas kasihan, kasih setia, dan rahmat Allah yang Mahabaik. Kebaikannya
selama ini tidak berguna untuk meringankan dosa; hanya anugerah Allah
yang sanggup mengampuni dan menembusnya.
Anda bergumul dengan
suatu pelanggaran, dan merasa harus melakukan perbuatan baik tertentu
untuk menembusnya? Berhentilah bergumul seperti itu. Ikutilah teladan
pertobatan Daud.
DOSA TIDAK DAPAT DIRINGANKAN OLEH PERBUATAN BAIK
NAMUN DAPAT DIHAPUSKAN OLEH ANUGERAH ALLAH.
Ketika Tuhan melihat janda itu, tergeraklah hati-Nya oleh belas
kasihan, lalu berkata kepadanya, "Jangan menangis!" [Lukas 7:13]
Ketika suaminya meninggal, wanita ini bertekad menjanda untuk
membesarkan anak tunggalnya. Ia berjuang melawan kerasnya hidup,
termasuk cercaan serta cibiran tetangga yang mewaspadai para janda. Ia
berpikir, "Tak apalah aku susah sekarang. Sebentar
lagi anakku sewasa, dan dia harapan masa tuaku." Namun mendadak, anak
tunggalnya itu meninggal. Harapan hidupnya terampas seketika. Sampai dia
harus bertanya, "Untuk apa lagi aku hidup?" Di sepanjang jalan desa
Nain menunju pemakaman, air matanya telah kering. Meski orang-orang
turut meratapi kepergiaan putranya, tak ada yang memahami kesedihannya
karena kehilangan tempat menggantungkan hidup.
ketika ia
berpapasan dengan Yesus, kesedihan mencekik kerongkongannya. Ia tak lagi
mampu mengucap, memohon pertolongan. Apakah hati Sang juru Selamat
hanya bergerak jika diminta, dan jika ada iman kepada-Nya? ketika
hidupnya "lumpuh", Sang Juru Selamat memahaminya. Dia peduli pada hati
yang menjerit tanpa kata. Dengan penuh kasih Dia berkata: "Jangan
menangis." Ucapan ini bukan sekadar penghiburan di kala duka. Sebab, Dia
adalah Tuhan yang berkuasa atas maut dan kehidupan. Maka, dengan penuh
kuasa Yesus berseru: "Hai anak muda....bangkitlah". Yesus bukan hanya
membangkitkan si anak muda itu, tetapi juga menghidupkan kembali harapan
si janda.
Kepada siapakah Anda menggantungkan harapan masa
depan? Kepada pasangan hidup, anak-anak, harta, asuransi, atau yang
lain? Ingatlah bahwa semua itu bisa mati dan habis. Maka, berharaplah
kepada sumber kehidupan, yaitu Yesus, yang selalu mampu dan mau
memedulikan kita.
TARUHLAH SEGALA HARAPAN HIDUP KITA PADA DASAR YANG TEGUH DAN TAK TERGOYAHKAN.
Katakanlah padaku, dengan harga sekiankah tanah itu kamu jual?" Jawaban perempuan itu, "Betul sekian" [Kisah Para Rasul 5:8]
Apabila menilik perbuatan Ananias dan Safira, seberat apakah kesalahan
mereka sehingga tak ada kesempatan kedua? Mari cermati hal ini agar kita
tak mengulangi tindakan mereka: Suasana jemaat mula-mula diliputi
kegembiraan karena karya Allah begitu nyata dalam
persekutuan orang percaya. Sebagai jemaat menjual harta miliknya;
bahkan menjual tanahnya untuk kepentingan kelompok. Ananias dan Safira
juga. Akan tetapi, setelah menjualnya, dengan sengaja mereka menahan
hasil penjualan. Sebetulnya, Petrus serta jemaat mula-mula tidak
menuntut Ananias dan Safira menyerahkan keseluruhan hasil penjualan.
Sayangnya, Ananias dan Safira mengaku memberikan seluruhnya, padahal
mereka menahan sebagian. Itu sebabnya Petrus bertanya, "Dengan harga
sekiankah tanah itu kamu jual?"
Mereka dihukum bukan karena
tidak mempersembahkan semua hasil tanahnya, melainkan karena dengan
sengaja mereka memanipulasi hasil penjualan tanah dan berlaku tidak
jujur. Barangkali mereka mengharapkan decak kagum dari komunitas jemaat
mula-mula, supaya jemaat mengira mereka memberi banyak. Bagi Petrus, ini
adalah penipuan terhadap Roh Kudus. Tentu umat dan Roh Kudus tidak
sama. Akan tetapi, Roh Kudus memperhatikan bagaimana orang bersikap
terhadap umat Tuhan.
Bagaimana sikap kita terhadap jemaat?
Apakah kita kerap terjebak dalam menipulasi, yaitu mengambil untung dari
persekutuan jemaat? Ataukah kita tulus melayani dan memberi diri di
situ? Tuhan melihat hati kita. Jadilah saluran berkat yang menyenangkan
hati-Nya.
KITA TAK PERLU MENCARI PUJIAN SESAMA TUHAN TAHU MENGGANJAR KITA YANG MENYENANGKAN HATI-NYA.
Jawab Yesus, "Jika Aku menghendaki, supaya ia tinggal hidup sampai Aku
datang. itu bukan urusanmu. Tetapi engkau: Ikutlah Aku [Yohanes 21:22]
Anak-anak muda Jakarta akan menjuluki temannya Kepo apabila temannya
itu "selalu ingin tahu urusan orang lain". Rasa ingin tahu sebenarnya
sangat positif, karena akan menolong seseorang untuk mencari lebih
banyak pengetahuan. Akan tetapi, kalau rasa ingin tahu itu berlebihan maka dampaknya bisa negatif, karena mengganggu privasi orang lain.
Penyakit kepo ini ternyata juga pernah menyerang Petrus. Ia ingin tahu
mengenai kehidupan Yohanes di masa depan. Maka, Yesus menegur Petrus,
sebab apa yang akan terjadi pada Yohanes sama sekali bukan urusan
Petrus. Urusan Petrus adalah mengikuti Yesus. Tuhan pasti peduli kepada
Yohanes dan tahu apa yang terbaik baginya. Di sisi lain, dia juga peduli
terhadap Petrus, tetapi cara Yesus memperlakukan mereka masing-masing
bisa berbeda, karena setiap pribadi punya keunikannya sendiri.
Atas adanya perbedaan-perbedaan itu, Allah punya rencana dan kehendak
sendiri bagi setiap orang yang percaya kepada Dia. Allah tidak
berkewajiban memperlakukan kita sama seperti Dia memperlakukan orang
lain. Dia tidak berkewajiban untuk memberkati kita dengan cara yang sama
seperti dia memberkati orang lain. kita tak perlu meributkan atau
merepotkan diri dengan hal itu. itu sepenuhnya adalah kedaulatan dan
wewenang Allah. Tugas kita hanya memastikan bahwa kita sendiri sudah
tahu sedang mengikuti Yesus dengan sungguh-sungguh. Apabila kita
mengikuti Dia dengan serius, kita tidak akan punya waktu untuk memikir
bagaimana Dia memperlakukan orang-orang di sekitar kita. itu bukanlah
urusan kita. Mari pikirkan saja bagimana kita dapat mengiring Dia makin
dekat.
MASING-MASING PRIBADI KITA UNIK ADANYA DENGAN SEGALA KURANG DAN LEBIHNYA.
Beginilah firman TUHAN kepadaku: "Buatlah tali pengikat dan gandar, lalu pasanglah itu pada tengkukmu! [Yeremia 27:2]
Yos memukul tengkuk lelaki itu hingga pingsan. Ia terpaksa melakukannya
karena pria itu terus meronta dan menyulitkan saat hendak ditolong
dalam proses evakuasi di laut. ketika ia dibuat tak berdaya, Yos bisa
merangkul leher pria itu dan berenang membawanya ke pantai.
Bacaan hari ini secara mencengangkan menceritakan bahwa ada saat untuk
menyerah, untuk menaklukkan diri kepada orang yang mungkin bukan sahabat
kita, bahkan merupakan musuh yang akan mengambil hak kita. Tentu
sepanjang hal itu dikehendaki Tuhan. Gandar kayu ditengkuk Yeremia
adalah gambarnya. Yeremia diminta memberi tahu raja-raja tetangga bahwa
seluruh negeri telah diserahkan ke tangan Nebukadnezar, raja Babel, dan
mereka harus takluk kepadanya agar tidak mati oleh pedang, kelaparan,
penyakit. Ini pun berlaku bagi Yehuda yang saat itu diperintahkan raja
Zedekia. Ini perintah yang sulit dan tak menyenangkan untuk dilakukan,
terutama oleh bangsa yang "tegar tengkuk".
Mungkin ada saatnya
kita bertanya; mengapa Tuhan menaruh kita diposisi tidak berdaya,
mengapa Tuhan seolah-olah melukai ego kita dan tidak membiarkan kita
bangkit. Belajar dari kisak evakuasi laut yang dilakukan Yos, ada
saatnya ketidakberdayaan itu membantu proses kita diselamatkan dari
bahaya yang lebih besar. sayangnya dalam lanjutan bacaan ini, kerajaan
Yehuda tidak mau menyerah hingga mereka berakhir di ujung pedang dan
pembuangan di Babel.
kita mungkin diizinkan Tuhan untuk tidak
berdaya, tetapi bukan berarti Tuhan juga sedang tanpa daya. Jika kita
meyakini segala sesuatu tetap dalam kendali Tuhan, kita bisa belajar
menyerah pada kehendak Tuhan tanpa takut dan ragu.
TUHAN TIDAK SEDANG TINGGAL DIAM SAAT DIA MEMINTA KITA UNTUK MENYERAH.
Kemudian
matilah ia pada waktu telah putih rambutnya, lanjut umurnya, penuh
kekayaan dan kemuliaan , kemudian naiklah rajalah Salomo, anaknya,
menggantikan dia [1 Tawarikh 29:28]
Sebuah kisah tentu ada
akhirnya. Ada yang berakhir dengan bahagia, tetapi banyak juga yang
berakhir sedih, bahkan tragis. Kalau kita diminta untuk memilih, tentu
kita akan memilih kisah yang berakhir
bahagia, apalagi kalau itu kisah hidup kita sendiri. Bahkan ada gurauan
bahwa kalau bisa kita mengalami masa kecil yang indah, masa muda yang
nikmat dan bahagia, lalu di masa tua tinggal manikmati kekayaan dan
menunggu masuk surga. tentu ini realistis.
Hidup Daud dapat
dikatakan sukses. Ia sukses menjadi raja dan kaya raya dan penuh
kemuliaan. Anaknya, Salomo - raja yang akan terkenal karena hikmatnya -
akan menggantikannya sebagai raja. Daud, raja sekaligus prajurit sejati,
wafat saat usianya sudah tua dan meninggalkan banyak kesan: Karyanya,
hikmatnya, kesalehannya, doa-doanya. memang ada raja Israel lain yang
lebih makmur dan lebih lama memerintah daripada Daud, tetapi tak ada
raja yang lebih saleh darinya. Hingga ia bahkan dihubungkan dengan
mesias yang dijanjikan. Ya, Yesus bahkan juga disebut sebagai Anak Daud.
Ketika kita kelat meninggalkan dunia ini, apakah yang kita inginkan
agar di ingat orang-orang mengenai kita? Keberhasilan atau kegagalan
kita? Apakah perjalanan hidup dan iman yang telah kita perjuangkan bisa
menjadi teladan bagi orang-orang yang kita tinggalkan? kiranya bukan
sekadar akhir bahagia yang kita inginkan terjadi di hidup kita,
melainkan hidup yang telah selesai melaksanakan rancangan Allah bagi
kita. Bahwa melalui hidup kita, banyak orang dapat merasakan kasih
Tuhan. Melalui hidup kita, nama kristus dimuliakan.
HIDUP YANG SUKSES BUKAN SEKADAR MEMENUHI CITA-CITA PRIBADI MELAINKAN JUGA MEMENUHI CITA-CITA TUHAN MENCIPTAKAN KITA.
Semoga Allah, sumber pengharapan, memenuhi kamu dengan segala sukacita dan damai sejahtera [Roma 15:3]
Pada 5 Agustus 2010, tambang emas dan tembaga di Copiapo, Cile, runtuh.
Sebanyak 33 penambang terperangkap. Regu penyelamat yang mencari
mereka, nyaris putus asa. Namun, 17 hari kemudian, diketahui bahwa
mereka masih hidup walau terperangkap di dalam tambang sedalam 700
meter. Dan, mereka harus sabar menanti hingga 7 minggu, sebelum mesin bor berhasil menembus lubang tempat mereka berlindung.
Ya, manusia bisa bertahan hidup selama 40 hari tanpa makan, 4 hari
tanpa minum, 4 menit tanpa bernafas. Namun, manusia tak mampu hidup
bahkan selama 4 detik saja, jika ia tak punya semangat dan harapan. Itu
sebabnya di tengah himpitan dan tahap awal aniaya terhadap jemaat Roma,
Paulus menasihati agar setiap orang percaya bergantung kepada Allah -
sumber pengharapan, sukacita, damai sejahtera. Di tengah tekanan
sekalipun, Dia sanggup memberi kekuatan dan pengharapan. Maka, yang kuat
dapat menolong yang lemah dan lelah. Dengan kerukunan yang demikian,
orang-orang beriman itu memuliakan Allah.
Ketika dunia
menganggap 33 penambang Cile itu pahlawan, dengan keras Henriques -
salah satu dari mereka - menolaknya. katanya, "Kita bukan pahlawan, dan
jika ada pahlawan, itu adalah semangat yang diberikan Tuhan, yang
membuat kami bertahan". Ternyata, semasa di dalam tambang ia membacakan
sejumlah ayat Alkitab kepada teman-temannya, untuk menjaga semangat
mereka.
Mari jalani hidup ini dengan penuh semangat. Apalagi
untuk melakukan tugas sebagai saksi Kristus: memberkati dan menolong
banyak orang di sekitar kita yang hidup dalam keputusasaan.
HIDUP DIBERI AGAR DIJALANI DENGAN PENUH ARTI MAKA TUHAN MENYALAKAN SEMANGAT AGAR KITA MENJADI BERKAT.
Diamlah dan ketahuilah bahwa Akulah Allah! [Mazmur 46:11]
Henry Weiss - yang telah mengubah namanya menjadi Houdini, adalah ahli
meloloskan diri dari berbagai perangkap: tali, pintu sel, borgol, dan
sebagainya. Namun, suatu kali saat berada di penjara kecil bernama
British Isles, ia kesulitan mengutak-ngatik kunci sel tersebut.
Biasanya, dalam tiga puluh detik ia dapat membuka kunci
sel, tetapi kali ini tidak. Ia pun lelah, frustrasi, dan putus asa.
Maka, ia tak lagi berbuat apa-apa. Ia berdiam, lalu menyandarkan diri ke
pintu. Anehnya, pintu itu segera terbuka sebab ternyata tidak terkunci!
Ketika berdiam diri, ia justru menemukan penyelesaian masalahnya.
Ini mungkin peristiwa langkah. Namun, ia mengingatkan kita bahwa dalam
hidup yang penuh masalah ini, kita perlu punya waktu-waktu khusus untuk
berdiam diri - khususnya di kaki Tuhan. Berdiam diri membuat pikiran
kita tenang, emosi kita terkendali, dan kita mendapat hikmat Tuhan untuk
mengatasi masalah. Sayangnya, kerap kali kita tidak berdiam diri di
kaki Tuhan saat masalah datang. kita malah memikirkan sendiri masalah
yang sedang kita hadapi, dan sibuk mencari cara untuk mengatasinya.
Hasilnya, kita frustrasi dan putus asa.
Jadi, mengapa kita
tidak mencoba menyerahkan semuanya kepada Tuhan? Ketika melakukannya,
Pemazmur mengalami bagaimana Tuhan bertindak. Dan, ia bersaksi bahwa
Allah itu "tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam
kesesakan sangat terbukti". Jalan keluar serta jawabannya barangkali di
luar dugaan kita, bahkan sangat berbeda dengan cara-cara yang sudah kita
bayangkan. Jika Dia terbukti dapat selalu menolong, mengapa kita
menunda untuk duduk diam di kaki-Nya?
TUHAN TAK PERNAH KEKURANGAN CARA UNTUK MENOLONG KITA JADI MENGAPA KITA TIDAK MENGANDALKAN DIA?
Perkataan
ini benar dan patut diterima sepenuhnya, "Kristus Yesus datang kedunia
untuk menyelamatkan orang berdosa," dan di antara mereka akulah yang
paling berdosa [1 Timotius 1:15]
Mila sangat terpukul ketika
mengetahui bahwa dirinya ternyata adalah anak angkat dari orang tua yang
mengasuhnya selama ini. Namun sejak itu, Mila lebih rajin membantu
menjaga toko kedua orangtuanya. Apalagi
ketika Mila menikah dan memiliki anak. Ia makin menyadari betapa
besarnya kasih orangtua angkatnya. Mereka telah membesarkannya dengan
susah payah, dengan kasih yang sesungguhnya tidak layak ia terima.
Demikianlah Mila makin lama makin mengasihi kedua orangtua angkatnya.
Kitab 1 Timotius ditulis oleh Paulus pada akhir hidupnya. Sejak
pertobatannya, Paulus telah melakukan begitu banyak pelayanan -
mendirikan jemaat di berbagai daerah. Paulus telah menempuh begitu
banyak bahaya dan penderitaan karena injil. Dari semua pengalaman itu,
Paulus mengatakan bahwa kerinduan terbesarnya adalah makin mengenal
Tuhan yang ia layani. Maka, di akhir hidupnya Paulus tidak menjadi
sombong, tetapi malah makin menyadari anugerah Tuhan yang begitu besar
kepadanya. Bahkan, Paulus mengatakan, bahwa ialah orang yang paling
berdosa. Mengapa? Karena makin orang mengenal Kristus, ia makin mengenal
siapa dirinya, makin mengerti besarnya anugerah yang ia terima, dan
makin memberi diri untuk kemuliaan Tuhan.
ketika kita makin
mendalami firman Tuhan, adakah kita makin mengenal siapa Allah yang kita
sembah dan siapa kita sesungguhnya? Atau, jangan-jangan semua itu hanya
menjadi pengetahuan yang mengisi otak, yang justru membuat kita tinggi
hati? Bagaiamanakah mengenal akan Tuhan ini mempengaruhi sikap hati kita
ketika melayani Tuhan?
PENGENALAN AKAN TUHAN MEMAMPUKAN KITA BERCERMIN DIRI DAN MENYADARI BESARNYA ANUGERAH TUHAN YANG DIBERI.
....janda ini memberi dari kekurangannya,bahkan seluruh nafkah yang dimilikinya [Lukas 21:4]
Ada bermacam suara hati bisa mncul takkala kita memberi persembahan.
"Sudah pantaskah apa yang saya persembahkan ini?" Atau, "Sudah benarkah
motivasi saya dalam memberi?" Atau, "Apakah komentar Tuhan atas
persembahan saya?" Atau, "Kiranya Tuhan mengampuni saya atas persembahan
sejumlah ini."
Ketika Yesus
melihat orang-orang memberi persembahan, Dia berkata: Janda miskin ini
memberi lebih banyak daripada semua orang [kaya] itu. Sebab mereka semua
memberi persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi
dari kekurangannya, bahkan seluruh nafkah yang dimilikinya". Ternyata
yang dinilai banyak, bukanlah jumlahnya. perhatikan bahwa dua uang
tembaga di janda adalah miliknya. Jadi, si janda memberi lebih banyak.
uang tembaga adalah mata uang terkecil; dan si janda adalah orang tak
berpunya. walau sedikit, jumlah itu besar bagi si "kosong".
Sudut pandang Yesus terhadap persembahan kita sudah pasti bukan soal
besarnya jumlah, melainkan besarnya kasih yang memampukan kita untuk mau
memberi sampai "merasa sakit". Saat kita berani memberi dengan rela
sejumlah persembahan yang ketika diberikan terasa "sakit" - sebab itu
bagian dari penghidupan kita - maka kita tak perlu ragu. Pemberian yang
demikian sangat dihargai Tuhan. seperti Ibu Teresa pernah menulis: "Satu
hal yang saya pinta dari Anda, jangan pernah takut untuk memberi.
Namun, jangan memberi dari kelebihan Anda. Berikanlah saat hal itu sukar
bagi Anda".
TUHAN, AJAR SAYA UNTUK TIDAK SEMBARANGAN MEMBERI TETAPI MEMBERI DENGAN SUNGGUH DARI KASIH SEJATI DI HATI.
enam
hari lamanyaTUHAN menjadikan langit dan bumi, dan pada hari yang
ketujuh Ia berhenti bekerja untuk beristirahat [Keluaran 31:17]
Ada banyak cara orang beristirahat. Ada yang menikmatinya dengan
berolahraga atau berjalan-jalan bersama sahabat. Ada yang berekreasi
dengan bermain video game atau menikmati makanan enak. Ada juga yang
menikmatinya dengan tidur atau sekadar bermalas-malasan di rumah. Saya sendiri menikmati istirahat dengan pergi ke tempat wisata alam.
Apa pun caranya, istirahat adalah bagian yang tak terpisahkan dari
hidup kita. Namun, ada sebagian orang yang melihat istirahat sebagai
suatu yang tidak produktif. Memang pada zaman ini, semua orang dituntut
untuk bersaing dan berusaha menjadi yang paling unggul. Seorang pegawai
bekerja lembur setiap hari supaya tidak dicap sebagai pegawai yang kalah
rajin dibandingkan yang lain. Seorang anak dipaksa memenuhi waktu
kosongnya dengan berbagai macam kursus, supaya ia lebih unggul daripada
anak-anak yang lain.
Akan tetapi, mari kita mengingatkan
bagaimana secara khusus Tuhan menciptakan hari Sabat. Apabila mengikuti
pola-Nya ketika menciptakan dunia, sesungguhnya Tuhan sedang mengajar
kita untuk bekerja selama enam hari, kemudian beristirahat di hari yang
ketujuh. Melaluinya, Tuhan hendak menunjukkan bahwa istirahat bukanlah
sesuatu yang tidak produktif. Sebaliknya, inilah kunci keseimbangan
hidup - istirahat justru sangat penting untuk menyegarkan kita secara
fisik dan rohani.
Maka, ketika kita lelah, jangan ragu untuk
beristirahat. Secara teratur, selalu sediakan waktu untuk beristirahat.
Setelah istirahat itu dijalani, kita akan dikuatkan dan disegarkan untuk
kembali melanjukkan tugas dengan lebih baik.
BERISTIRAHATLAH SETELAH BERKARYA AGAR KITA PUNYA KEKUATAN UNTUK MENGERJAKAN KARYA BERIKUTNYA.
Maka bersiaplah Yonatan, anak Saul, lalu pergi kepada Daud di koresa.
Ia menguatkan kepercayaan Daud kepada Allah [1 Samuel 23:16]
Saya [David] punya sebelas sahabat kecil dari Lembah Baliem, Wamena, di
pegunungan Tengah Papua. Awalnya, seorang guru di sana meminta saya dan
beberapa teman menjadi sahabat pena murid-muridnya. Persahabatan lewat
surat ini dimaksudkan untuk menolong anak-anak agar suka menulis dan
melatih mereka mengekspresikan pikirannya. Mereka bercerita tentang alam
Wamena yang indah, guru, teman-teman, keluarga, pelajaran yang tidak
disukai, juga cita-cita mereka. Hal yang paling membahagiakan buat saya
adalah setiap surat selalu ada tiga kalimat wajib; yaitu "I Love
You,kak", "Saya akan selalu mendoakan kakak", dan "Tuhan memberkati
kakak".
Persahabatan ini tidak hanya berarti bagi sebelas
sahabat kecil saya, tetapi juga buat saya. Kasih mereka yang polos dan
doa-doa mereka membuat saya mengucap syukur kepada Allah. ini
mengingatkan saya pada persahabatan Daud dan Yonatan. Yonatan mengasihi
Daud seperti mengasihi dirinya sendiri. Saat Saul, ayahnya, berencana
buruk kepada Daud, Yonatan tetap berbuat baik. Di Koresa, Daud dalam
keadaan was-was karena nyawanya terancam. Akan tetapi Yonatan menemani
Daud, menunjukkan kepada Daud bahwa Tuhan selalu menyertai , dan yang
terpenting, menguatkan kepercayaan Daud kepada Allah.
Saya tak
meminta sahabat-sahabat saya mendoakan saya, tetapi mereka melakukannya
dengan dengan tulus. Dan, saya merasa kasih Allah yang luar biasa. Daud
juga pasti mengucap syukur kepada Allah atas penguatan Yonatan, atas
sahabat seperti dia. Anda pun dapat bersyukur atas kehadiran sahabat
Anda, yang dalam susah maupun senang, menguatkan kepercayaan Anda kepada
Allah.
SAHABAT SEJATI TIDAK MEMAKSA ANDA MEMPERCAYAINYA TETAPI IA MEMASTIKAN ANDA MEMPERCAYAI ALLAH.