Kerendahan hati adalah suatu bentuk penundukan diri kita kepada Tuhan, bentuk ketergantungan hidup kita kepada Tuhan dan bentuk penyerahan diri kita kepada Tuhan. Sebab tanpa kerendahan hati, tidak akan ada pembenaran orang-orang pilihan-Nya. Dalam Hakim-Hakim 10;16 ditulis: "Dan mereka menjauhkan para allah asing dari tengah-tengah mereka lalu mereka beribadah kepada Tuhan. Maka Tuhan "tidak dapat lagi menahan hati-Nya melihat kesukaran mereka." Pembenaran orang-orang pilihan-Nya dapat diwujudkan dengan kerendahan hati, bukan dengan kesombongan atau kelaliman diri.
Dalam perumpamaan tentang hakim yang tidak benar ini, dijelaskan bahwa: "Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Adakah Allah mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?" (Luk. 18:7). Perumpamaan tentang orang farisi dengan pemungut cukai, kembali menegaskan "...sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barang siapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan" (Luk. 18:14). Ketika memberkati anak-anak, Tuhan Yesus berkata: "...sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya" (Luk. 18:17).
Bagaimana dengan perumpamaan orang kaya yang sukar masuk kerajaan Allah, "Ketika orang kaya itu mendengar perkataan Yesus, ia menjadi amat sedih, sebab ia sangat kaya" (Luk. 18:23). Sikap "meninggikan diri sendiri, menganggap diri benar, memandang rendah orang lain', inilah yang menjadi penyebab utama perselisihan dan perpecahan gereja, menjadi "racun" atau "bom waktu" yang siap meledak dan merusak kerukunan berjemaat. Belajar untuk rendah hati memang tidak mudah; kita masih merasa sakit hati kepada orang menyakiti diri kita. Kita masih belum rendah hati. Kerendahan hati terwujud, ketika kita dapat untuk, "Mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu, berdoalah bagi orang yang mencaci kamu" (Luk. 6:28), "Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu" (Luk. 6:27).
Tuhan memberkati.
Dalam perumpamaan tentang hakim yang tidak benar ini, dijelaskan bahwa: "Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Adakah Allah mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?" (Luk. 18:7). Perumpamaan tentang orang farisi dengan pemungut cukai, kembali menegaskan "...sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barang siapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan" (Luk. 18:14). Ketika memberkati anak-anak, Tuhan Yesus berkata: "...sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya" (Luk. 18:17).
Bagaimana dengan perumpamaan orang kaya yang sukar masuk kerajaan Allah, "Ketika orang kaya itu mendengar perkataan Yesus, ia menjadi amat sedih, sebab ia sangat kaya" (Luk. 18:23). Sikap "meninggikan diri sendiri, menganggap diri benar, memandang rendah orang lain', inilah yang menjadi penyebab utama perselisihan dan perpecahan gereja, menjadi "racun" atau "bom waktu" yang siap meledak dan merusak kerukunan berjemaat. Belajar untuk rendah hati memang tidak mudah; kita masih merasa sakit hati kepada orang menyakiti diri kita. Kita masih belum rendah hati. Kerendahan hati terwujud, ketika kita dapat untuk, "Mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu, berdoalah bagi orang yang mencaci kamu" (Luk. 6:28), "Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu" (Luk. 6:27).
- Sikap manakah yang dibenarkan di hadapan Allah, meninggikan atau merendahkan hati di hadapan-Nya? Jelaskahlah alasannya!
Tuhan memberkati.