Sebuah realita yang ada di negeri kita bergelimang gereja yang "mati" . Orang Kristen yang kehidupan rohaninya dingin bisa dikategorikan sebagai gereja yang mati, organisasi Kristen yang melakukan kegiatan ibadah hanya sekedarnya, kegiatan doa yang tidak antusias, dan menghadiri kegiatan gereja hanya sebagai rutinitas juga bisa dikategorikan gereja yang "mati".
Suatu kali seorang pendeta mengembalakan sebuah gereja di pusat kota dan bisa dibilang gereja tersebut cukup besar. Setelah melayani beberapa lama pendeta tersebut merasa sedih melihat kesuraman anggota jemaat disana.
Berbagai kegiatan rohani sudah dibuatnya untuk meningkatkan antusiasme majelis dan para jemaat, tetapi hal tersebut tidak membuahkan hasil. Dengan hati yang penat pendeta tersebut berdoa dan meminta hikmat dari Tuhan "Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah [Yakobus 1:5a].
Setelah berdoa, Dia mendapatkan ide untuk menuliskan pengumuman di warta jemaat yang tertuliskan "Kebaktian Dukacita Sidang Jemaat diadakan hari kamis pukul 18.00 WIB di Gereja. Harap Majelis dan Jemaat untuk hadir." Melihat pengumuman tersebut seluruh jemaat dan majelis bertanya-tanya "Apakah gembala akan membubarkan mejelis dan jemaat sehingga ia bisa bebas tugas? Apakah gembala sudah menjual seluruh aset gereja dan berencana menutup gereja?" Pada hari kamis tepat pukul 18.00 WIB seluruh sidang jemaat dan majelis datang menghadiri kebaktian dukacita tersebut. Diantara mimbar dan kursi depan ada sebuah peti mati yang dihiasi rangkaian bunga dan tulisan turut berdukacita. Ibadah pun dimulai dengan lagu di kala duka dan gembala memberikan renungan tentang penyakit kanker penyebab kematian gereja. Kemudian gembala sidang meminta tiap orang untuk maju dan memberikan penghormatan terakhir, mereka harus melihat kedalam peti mati itu. Tak kala melihat peti mati tersebut, mereka terkejut dan menunjukkan berbagai respon. Ada yang menangis, ada yang terdiam sambil menutup wajah dengan kedua tangan mereka. Ternyata didalam peti mati tersebut terdapat cermin besar sehingga mereka melihat diri mereka sendiri yang berada didalam peti mati tersebut. Ibadah berakhir dengan refleksi diri yang mendalam. Sejak ibadah tersebut antusiasme warga gereja kembali berapi-api, mereka mengalami kebangunan rohani.
Jagalah api iman kita agar tetap menjala-nyala dengan cara mencintai firman Tuhan dan lebih dekat dengan Dia setiap hari.
Janganlah hendaklah kerajianmu kendor biarlah Rohmu Menyala-nyala dan layanilah Tuhan" - Roma 12:11.
Tuhan Memberkati


